Tinja tergantung dari sudut mana kita melihatnya, bisa merupakan berkah juga bisa malapetaka. Setiap hari seseorang membuang tinja seberat 125 – 250 gram. Jika sekarang ada 100 juta orang tinggal di wilayah perkotaan, maka kawasan perkotaan tersebut menghasilkan sekitar 25 ribu ton tinja.

Menurut data Bank Dunia, masyarakat Jakarta membuang tinja sekitar 714 ton setiap harinya dan buangan urine sekitar 7000 m3. Buangan tinja tersebut, ada yang mengendap di dalam tanah dan ada pula yang dibuang di sungai-sungai. Jika dikelola sebagai kompos dan pupuk cair maka tinja dan urine ini merupakan berkah karena merupakan potensi yang besar dan berkelanjutan. Tetapi jika tidak dikelola merupakan malapetaka yang siap menggerogoti perekonomian dan kesehatan masyarakat. Berikut ini adalah beberapa dampak dari 4 kandungan yang dimilikinya :

1.Mikroba
Sebagian di antaranya merupakan mikroba patogen seperti, bakteri Salmonela Typhi (penyebab demam tifus), bakteri Vibrio Cholerae (penyebab kolera, hepatitis A, dan polio). Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koil-tinja.
Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi.

Tifus mencapai 800 kasus/100.000 penduduk, tertinggi di seluruh Asia. Diare mencapai 300 kasus/1000 penduduk. Polio masih dijumpai di Indonesia walau di negara lain sudah sangat jarang.

2.Materi Organik
Sebagian merupakan sisa dan ampas makanan yang tidak tercerna. Dapat berbentuk karbohidrat, protein, enzim, lemak, mikroba, dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara dengan 200 – 300 mg BOD5.

Sekitar 75% sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh materi organik dari buangan rumah penduduk. Air sungai Ciliwung memiliki BOD5 40mg/L, empat kali lipat dari batas maksimum sebesar 10 mg/L. Kandungan BOD yang tinggi mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna hitam.

3.Telur Cacing
Orang yang cacingan, akan mengeluarkan tinja yang mengandung telur-telur cacing. Banyak cacing yang bisa ditemukan di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, dan cacing tambang. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak di perut orang lain.

Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelang. Prevalensinya bisa mencapai 70% dari balita.

4.Nutrien/hara untuk pupuk
Umumnya merupakan senyawa nitrogen dan fosfor yang dibawa sisa-sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedang fosfor dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 mg dan fosfat sebesar 30 mg. Satu liter unine mengandung lebih dari 30 mg urea.

Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang. Akibatnya, warna air jadi hijau dan ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan air lainnya mati. Fenomena yang disebut Eutrofikasi ini mudah dijumpai di waduk, danau, atau balong-balong.

Sangat ideal jika penanganan tinja dan urine ini dilakukan secara terpadu, dimulai dari skala perumahan hingga skala kota kecil dan skala kota besar.





Bagaimana pendapat kalian teman2?

Comments (4)

On 14 April 2013 at 02:44 , Unknown said...

Benar prof, segala sesuatu pasti ada mudhorat dan manfaatnya, IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja), jika dilaksanakan dengan benar, baik dari skala kecil ataupun besar, setidaknya, akan mengurangi tingkat pencemaran yang disebabkan oleh limbah tinja, mengingat limbah tinja sangat berbahaya bagi lingkungan khususnya kualitas air. disamping itu hasil IPLT yang dikelola dengan baik akan menghasilkan olahan yang bisa bermanfaat, baik untuk kompos, bahkan diubah menjadi biogas

 
On 14 April 2013 at 22:03 , Unknown said...

Benar Prof,kalau kita melihat dari sisi buruknya memang limbah tinja menimbulkan dampak buruknya bagi makhluk hidup di lingkungan,tapa kalau dikelola dengan pengetahuan seperti pengelolaan excreta dengan mengunakan jamban"pengelolaan excreta dapat dilakukan pada on-site,off-site,atau community on-site. pengelolaam excreta dapat dapat dilakukan didalam septic tank.yang akan dikonvesi secara anerobic menjadi biogas.sehingga angka kejadian penyakit bawaan air dapat diminimalkan.

 
On 19 April 2013 at 21:28 , Unknown said...

benar prof,Sangat ideal jika penanganan tinja dan urine ini dilakukan secara terpadu, dimulai dari skala perumahan hingga skala kota kecil dan skala kota besar.

 
On 25 April 2013 at 05:42 , Unknown said...

Saya Sangat setuju dengan pendapat Prof. tersebut.
Tinja juga dapat di ibaratkan sebagai dua sisi mata uang.Kalau dia dikelola dengan baik maka akan berguna tapi kalau tidak dikekola dengan baik maka akan menimbulkan banyak masalah.Benarlah orang bijak yang berkata sebenarnya di dunia ini tidak ada sampah,yang ada hanyalah ketidak mampuan kita untuk mengelolahnya.